Dulu sempat berfikir bagaimana caranya mengenalkan permainan tradisional egrang bambu kepada masyarakat di luar kota Surabaya. Pemasangan egrang bambu saat awal dulu diletakkan diatas setir motor dan diikat memanjang ke plang motor bagian belakang. Beberapa kali membawa egrang hingga jumlah 5 pasang egrang bambu. Teknik pemasangan sama seperti yang dijelaskan di awal dan ini bahaya. Belok kiri menjadi lebih susah karena bahannya terlalu banyak.
Sampai saat dolipstore, online store kampoeng dolanan yang menjual permainan tradisional mendapat pesanan bakiak. Disinilah teknik pembawaannya berbeda. Papan kayu diikat rapi dan dicantolkan tali tersebut di plang motor belakang dan setir depan. Cara ini sepertinya bisa diaplikasikan ketika membawa egrang bambu. Beberapa waktu setelahnya baru mencoba untuk memakai cara tersebut. Dan terjadilah, teknik pembawaannya enak dan nyaman. Relatif lebih aman dibandingkan teknik yang sebelumnya.
Mengetahui teknik baru dan aman tentang pembawaan egrang bambu, maka saat itu pula terpikirkan untuk membawa egrang bambu keliling luar kota dengan menggunakan motor. Maklum saja, kendaraan yang dipunyai hingga sekarang adalah motor. Buang jauh keluhan itu untuk mengenalkan permainan tradisional keluar kota. Bojonegoro dan Ponorogo menjadi dua daerah yang kami tempuh untuk mengenalkan egrang bambu kepada anak-anak.
Mungkin secara kedaerahan, rasa-rasanya dua daerah tersebut sudah ada egrang bambu. Namun, kenyataannya masih ada yang belum bisa bermain malah ada yang belum tahu tentang permainan tersebut. Akhirnya, kami perkenalkan dan kami pun belajar tentang permainan tradisional yang berasal dari daerah tersebut. Berikut ini adalah beberapa dokumentasi yang berada di ponorogo.
Di bojonegoro, kampoeng dolanan kami mengisi di Gang Bader Ngrowo Rejo, Bojonegoro. Sebuah lokasi Perpustakaan Keliling Semangat Muda (Perpus Gatda) berada dengan sang founder agung ridwan. Sedangkan ketika di Ponorogo, kami mengisi di dua tempat yakni Pesantren Anak Sholeh – Baitul Qur’an, Pondok Gontor dan SDN 1 Kesugihan, Ponorogo.
Tak disangka, bisa menempuh jarak sejauh itu. Tak disangka pula bisa melakukan hal tersebut. Jalani dan jalani, lakukan sepenuh hati. Relawan selalu di hati. Di kedua tempat tersebut dilakukan dengan cara sukarela. Bergerak berdasar keinginan karena permainan tradisional butuh perhatian agar anak-anak mendapatkan hak hidup dimasa kecilnya, bermain.