Kampoeng Dolanan

Tak Ingin Punah, Pak Samat Jualan Permainan Tradisional Selama 23 Tahun

Kampoeng Dolanan Pedagang

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

kampoengdolanan.or.id, Kampoeng Dolanan mendapatkan pembelajaran yang sangat berharga ketika berjumpa dengan berbagai macam pedagang-pedagang konvensional permainan tradisional. Mereka selalu memberi pelajaran secara tanpa sadar. Mereka bekerja secara tulus dan dibangun pula dengan kepedulian. Secara rutin, setiap waktu atau setiap bulan kami selalu berusaha untuk mencari pedagang.

Untuk membeli barang dagangannya dan membayarnya secara lebih. Misalnya harganya Rp 10.000,- kami membayar Rp 100.000, uang lebihan itu bukan uang pemberian tapi uang apresiasi dari kampoeng dolanan kepada para pedagang tersebut. Kampoeng Dolanan mengapresiasi para pedagang yang masih memilih untuk bertahan menjual permainan tradisional tersebut. Seperti perjumpaan kami dengan Pak Samat (41), seorang pedagang yang menjual gasing, sruit bambu, kentongan kamar, klitikan putar dan kalung.

Kami bertemu dengan Pak Samat di Surabaya, seusai roadshow kampoeng dolanan dari Pasuruan.Bertemu di Jalan Ngagel, di pinggir jalan dimana Pak Samat sedang bersandar disana. Perjumpaan kami dengan para pedagang lebih seringnya di waktu yang tidak terduga. Pencarian pedagang memang membutuhkan waktu karena mereka tidak berjualan menetap, lebih sering berkeliling. Untuk yang menetap biasanya memilih berjualan di sekolah sementara sekolah masih tutup.

Iseng-iseng ngobrol, sambil bertanya juga ke pak samat. Beliau mengawali jualan mainan ini dari tahun 1997, mungkin di usia 20-an beliau sudah memilih untuk berjualan di Surabaya. Asalnya dari Jogja tapi memilih jualan di Surabaya. Saat mengawali jualan, beliau menggunakan pikulan. Baru di tahun 2020, beliau membeli sepeda untuk berkeliling jauh agar bisa menjangkau customer yang banyak.

Beliau menuturkan, “Sempat ditawari kerja proyek bangunan, saya nggak mau. Ditawari kerja toko saya juga gak mau. Saya milih jualan ini”. Kami pun penasaran, emangnya kenapa pak ?, tanya kami. “Saya ingin uri-uri budaya dan tidak ingin permainan tradisional itu punah. Satu-satunya cara ya saya yang harus disini” tutup Pak Samat. Sungguh, kami merasa kampoeng dolanan masih banyak kekurangannya. Terlebih saat Pak Samat mengatakan seperti itu. Usia kami masih sangat muda, masih balita. Belum jauh-jauh banget. Spirit pak samat, akan kami coba teruskan dan jalankan.

Berita Terbaru