Indonesia, sebuah negara majemuk yang jumlahnya sangat banyak. Berpenduduk lebih dari 200 juta namun masih mendapati permasalahan tentang tidak meratanya guru yang tersebar di berbagai daerah. Kampoeng dolanan tidak ingin membahas hal tersebut, pertanyaan ini nampaknya cukup menjadi jawaban dari kondisi Indonesia. “Jangan bertanya apa yang Indonesia berikan ke kamu tapi bertanyalah apa yang sudah kamu berikan untuk Indonesia?”
Dalam konteks pendidikan misalnya, jika kamu sudah lulus SD, apakah kamu sudah membalasnya dengan mendidik adik-adik TK? jika kamu sudah lulus SMP, apakah kamu sudah membalasnya dengan mendidik adik-adik SD? jika kamu lulus SMA, apakah kamu sudah membalasnya dengan mendidik adik-adik SMP? jika kamu lulus Sarjana, apakah kamu sudah membalasnya dengan mendidik adik-adik SMA? Jika kamu lulus S2 dan S3, apakah kamu sudah membalasnya dengan mendidik para sarjana atau masyarakat pada umumnya?
Kami tergelitik ketika ada tukang kebun di sekolah namun sekolah tersebut belajar lingkungan hingga keluar kota, bagaimana jika melibatkan tukang kebun sekolah menjadi guru lingkungan bagi siswa-siswi sekolah? Nampaknya, sistem pendidikan akan menjadi sangat bagus dengan pola memanusiakan manusia. Bayangkan, jika semua anak menyapa tukang kebun sekolah lalu bisa belajar tentang tanaman di sekolah kepada tukang kebun sekolah?
Contoh yang kedua, ada alat tambal ban yang sangat lengkap. Tukang tambal ban tidak ada dan disaat itu motormu berada dalam kondisi ban bocor. Lantas apa yang dilakukan? Menunggu tukang tambal ban datang? betul karena kamu tidak bisa menambal ban. Nah, profesi sebagai tukang tambal ban adalah profesi yang sangat profesional di bidangnya. Maka tak salah jika kami menyebut tukang tambal ban sebagai guru di bidang ban bocor atau ban kempos.
Sehingga, pola pikir kita yang merasa bahwa guru hanya di sekolah perlu dirubah karena semua orang adalah guru, setiap waktu adalah belajar dan alam raya adalah sekolahnya. Pada program yang bergerak di bidang pendidikan, kampoeng dolanan menjalankan program bernama Semesta Belajar. Prinsip yang digunakan adalah semua orang adalah guru, setiap waktu adalah belajar dan alam raya adalah sekolahnya. Prinsip ini kami pakai dengan pola pikirnya bapak Pendidikan Indonesia yakni, Ki Hajar Dewantara.
Melalui Semesta Belajar, kami mencoba untuk membangun ekosistem pendidikan bermasyarakat. Jadi, tukang tambal ban yang jago membuat layangan akan sangat bisa menjadi guru membuat layangan kepada anak-anak. Tukang sapu pinggir jalan yang jago membuat egrang bambu, bisa jadi guru anak-anak untuk membuat egrang bambu karena pada dasar nya mendidik adalah tanggung jawab dari setiap orang yang terdidik. (CM)